KEDAINEWS – Temuan mengejutkan datang dari Kabupaten Buleleng, Bali, di mana ratusan siswa SMP masih belum bisa membaca dengan lancar. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, dari 34.062 siswa, terdapat 155 siswa yang masuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM) dan 208 siswa yang tidak lancar membaca (TLM). Temuan ini tentu saja mengejutkan banyak pihak.
Faktor Internal yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Siswa
Salah satu faktor utama yang memengaruhi kemampuan membaca siswa adalah kurangnya motivasi dalam diri mereka. Hal ini, menurut Putu Ariadi Pribadi, Plt Kepala Disdikpora Buleleng, berkaitan dengan rendahnya kesadaran siswa akan pentingnya membaca. Selain itu, dukungan keluarga yang terbatas juga turut memperburuk keadaan. Tanpa dukungan yang cukup dari rumah, siswa kesulitan untuk berkembang dalam hal literasi.
Faktor internal lain yang mempengaruhi adalah adanya gangguan belajar seperti disleksia atau disabilitas. Bagi siswa yang memiliki gangguan ini, mereka membutuhkan pendekatan khusus dalam belajar membaca. Sayangnya, kurangnya pemahaman tentang kondisi ini sering kali membuat mereka kesulitan mengikuti pembelajaran yang diberikan.
Faktor Eksternal yang Membuat Siswa Tidak Lancar Membaca
Selain faktor internal, faktor eksternal juga turut berperan. Salah satunya adalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung selama pandemi. Menurut Putu Ariadi, PJJ membawa dampak jangka panjang pada kemampuan literasi siswa. Keterbatasan interaksi tatap muka membuat siswa kesulitan untuk menerima materi secara efektif, yang mengakibatkan kesulitan membaca.
Tidak hanya itu, kesenjangan literasi yang terjadi sejak jenjang Sekolah Dasar (SD) turut memperburuk kemampuan membaca siswa di tingkat SMP. Di beberapa daerah, kurikulum dan metode pengajaran belum cukup mengutamakan keterampilan membaca, sehingga menghambat perkembangan literasi siswa.
Kekhawatiran guru terhadap ancaman hukum serta stigma sosial juga menjadi penghalang dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang optimal. Di samping itu, faktor psikologis siswa, seperti trauma masa kecil, kekerasan rumah tangga, atau perundungan, semakin memperburuk kemampuan mereka dalam belajar, termasuk membaca.
Fenomena Siswa Tidak Lancar Membaca: Masalah yang Terabaikan
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menyebut fenomena ini sebagai “gunung es”—masalah yang tampaknya kecil, namun sebenarnya lebih luas dan dalam dari yang terlihat. Ia menegaskan bahwa Buleleng bukan satu-satunya daerah yang mengalami masalah ini.