KEDAINEWS.COM – Di penghujung kegiatan masa resesnya di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel), anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Komite IV, Arniza Nilawati, S.E., M.M. kembali berkunjung ke OJK Kantor Regional 7 Sumbagsel, Senin (26/10).

Kunjungan ini merupakan kunjungan ke-3 Arniza selama tahun 2020 dalam rangka koordinasi dan pemantauan perkembangan ekonomi dan keuangan daerah di Sumsel. Selain OJK KR 7 Sumbagsel, turut hadir dalam kegiatan reses tersebut Bank Indonesia dan perwakilan industri Perbankan, yakni PT BPD Sumsel dan Bangka Belitung, PT BNI (Persero) Kanwil Palembang, PT Bank Mandiri (Persero) Region II Sumatera, dan PT BRI (Persero) Kanwil Palembang.

Pada awal paparannya, Arniza menyampaikan bahwa “Reses kali ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana realisasi penerapan Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19 di wilayah Sumsel, serta upaya dan dukungan apa saja yang telah dilakukan Otoritas dan stakeholder terkait dalam percepatan pemulihan ekonomi di Sumsel,” kata Arniza.

Secara makro, Kepala BI Perwakilan Sumsel Hari Widodo melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2020 terkontraksi cukup dalam di tengah kinerja perekonomian dunia yang melambat, yakni sebesar -5,23 persen (yoy), disebabkan oleh perlambatan seluruh kelompok pengeluaran.

“Namun demikian, kondisi perekonomian Sumsel di triwulan II-2020 masih terbilang cukup baik, dimana kontraksi ekonomi hanya sebesar -1,37 persen terkecil ke-2 di Sumatera, dan di bawah rata-rata kontraksi ekonomi se-Sumatera dan nasional, dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar -3,01 persen dan -5,32 persen”, jelas Hari.

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi di Sumsel masih ditopang oleh membaiknya kinerja sektor pertanian dan kehutanan yang masih tumbuh terbatas sebesar 1,35 persen (yoy) dan dari sisi pengeluaran didominasi oleh sektor konsumsi rumah tangga yang pangsanya mencapai 62,40 persen.

Selanjutnya secara mikro, Kepala OJK Regional 7 Sumatera Bagian Selatan Untung Nugroho menyampaikan bahwa salah satu kebijakan nyata OJK bersama Pemerintah dalam menstimulus ekonomi adalah kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan.

“Kebijakan ini bisa dikatakan memiliki dua mata pisau, karena di satu sisi bersinggungan dengan masyarakat selaku nasabah, sedangkan di sisi lain bersinggungan dengan keberlangsungan lembaga jasa keuangan,” ujar Untung.

Perlu dipahami dan disadari bersama bahwa semakin besar nilai dan nasabah yang kredit/pembiayaannya direstrukturisasi, justru menunjukkan semakin besar pula ketidakmampuan masyarakat melakukan pembayaran kredit/pembiayaan.

“Hal ini tentunya akan mempengaruhi kinerja lembaga jasa keuangan, khususnya dari sisi likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Adapun lembaga jasa keuangan yang saat ini kinerjanya turut terpengaruh adalah perusahaan pembiayaan, karena sebagian besar modal perusahaan pembiayaan bersumber dari kredit/pembiayaan perbankan,” tambahnya.

Untung mengatakan, untuk menjaga kelangsungan operasionalnya, Perusahaan Pembiayaan tetap harus menyalurkan pembiayaan kepada nasabah, sekaligus memberikan relaksasi kredit/pembiayaan, namun di sisi lain Perusahaan Pembiayaan tetap harus membayar angsuran bunga dan pinjamannya dari Perbankan.

Untung merinci per Oktober 2020, jumlah kredit/pembiayaan yang telah direstrukturisasi mencapai nilai Rp10,93 Triliun dengan total debitur sebanyak 192.905 debitur.

Tidak hanya kebijakan restrukturisasi yang telah terealisasi dengan baik, namun juga ada kebijakan percepatan penyaluran KUR kepada masyarakat dan UMKM. Per September 2020, di Sumsel telah tersalurkan KUR sebesar Rp2,6 Triliun kepada 57.544 nasabah, dimana 42,76 persen dari total penyaluran KUR disalurkan pada sektor Pertanian, perburuan dan kehutanan, yakni sebesar Rp1,12 Triliun dengan total debitur  28.714 debitur.

“Perkembangan industri jasa keuangan di Sumsel saat ini dalam kondisi yang cukup baik. Kinerja seluruh perbankan, baik dari sisi aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga, dan penyaluran kredit menunjukan trend positif secara yoy, dengan rasio NPL Net yang masih terjaga di 1,86 persen,” tegasnya.

Kinerja Industri Keuangan Non Bank juga menunjukkan trend positif, baik dari tingkat investasi dan aset Dana Pensiun, nilai klaim dan premi Perasuransian, rekening borrower dan lender Fintech Peer to Peer Lending, dan jumlah kontrak nasabah Perusahaan Pembiayaan yang meningkat 8,50 persen, meskipun dari sisi pertumbuhan piutang pembiayaan mengalamipenurunan sebesar 8,92 persen.

 Kinerja industri Pasar Modal juga turut menggembirakan dimana masih terdapat peningkatan jumlah investor, penjualan Reksa Dana, dan transaksi saham yang mencapai Rp6,81 Triliun, meningkat 215,82 persen (yoy).

Dari pihak industri perbankan yang hadir juga menyuarakan hal yang sama, dimana secara umum kinerja perbankan tetap terjaga stabilitasnya, cenderung tumbuh positif meskipun di tengah pandemic COVID-19.

Adapun terkait kebijakan restrukturisasi, Perbankan telah berupaya merealisasikannya, namun dari sisi masyarakatnya sendiri lah yang belum berkenan karena masih memiliki kesanggupan membayar. Selain itu, bentuk nyata lainnya yang dilakukan oleh industri Perbankan bersama OJK, BI, dan Pemerintah Daerah yakni berupa support kepada UMKM, tidak hanya dari sisi financial, namun juga dari sisi pendampingan, pembinaan, dan pengembangan UMKM terkait kualitas produk dan pemasarannya.

Arniza memberikan respon positif atas realisasi kebijakan percepatan pemulihan ekonomi nasional di Sumsel, yang didukung dengan trend positif dari kinerja industri jasa keuangan.

“Saya berikan apresiasi kepada OJK, BI, dan Perbankan di Sumsel, karena telah memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik kepada masyarakat Sumsel, khususnya terkait dengan kredit/pembiayaan,” ungkapnya.

Arniza berharap bahwa ke depannya, OJK, BI, Pemerintah Daerah, bersama industri jasa keuangan dapat membuat terobosan dalam percepatan pemulihan ekonomi, di antaranya dengan memunculkan produk-produk unggulan dan meningkatan sosialisasi edukasi kepada masyarakat, khususnya terkait implementasi digitalisasi transaksi dan pengembangan UMKM.

“Ada banyak tantangan yang harus dihadapi bersama, di antaranya terkait dengan infrastruktur, akses informasi dan keuangan, serta kebijakan Pemerintah Daerah yang berbeda satu sama lainnya, sehingga dibutuhkan komunikasi efektif dan kolaborasi yang baik antarinstansi di daerah,” tutup Arniza.

Previous post Cukup Scan dari Smartphone, Keaslian Oli Honda Kini Semakin Terjamin
Next post Luncurkan Gerakan #MelajuJauh, Bank OCBC NISP Ajak Masyarakat Wujudkan Indonesia Lebih Maju