KEDAINEWS.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan 151 financial technology (fintech) peer to peer lending pinjaman online atau pinjol dan 4 entitas investasi tanpa izin. Menindaklanjuti temuan itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan penindakan penutupan akses terhadap fintech dan entitas penawaran investasi tanpa izin itu.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan Pemerintah telah banyak melakukan hal untuk memberantas fintech lending ilegal.

“Mulai dari pemblokiran hingga upaya penegakan hukum. Sejak tahun 2018 hingga Agustus 2021 ini Satgas sudah menutup sebanyak 3.515 fintech lending ilegal.” jelasnya di Jakarta, Senin (11/10).

Menurut Dirjen Semuel, kunci utama dan paling efektif untuk bisa memberantas fintech lending ilegal ialah dengan literasi kepada masyarakat.

Aplikasi financial technology (fintech) peer to peer lending saat ini menarik bagi masyarakat karena memberikan akses kemudahan dalam melakukan pinjaman secara online. Namun, apabila masyarakat meminjam melalui fintech peer to peer lending ilegal, ada dampak negatif berupa menerima ancaman serta intimidasi jika menunggak pinjaman.

Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L. Tobing melihat perkembangan kegiatan Fintech peer to peer lending ilegal sangat meresahkan karena di tengah pandemi COVID-19 masih ada penawaran pinjaman tanpa izin.

“Saat ini masih ada penawaran fintech lending ilegal yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.

Menurut Tongam L. Tobing, ada beberapa modus yang digunakan fintech dan entitas tanpa izin untuk menjerat masyarakat,.

“Sasaran mereka adalah masyarakat yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif di masa pandemi ini. Mereka mengenakan bunga yang tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek. Mereka memberikan syarat mudah mendapatkan pinjaman, tetapi mereka selalu meminta izin untuk dapat mengakses semua data kontak di handphone pengguna aplikasi. Ini sangat berbahaya, karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk alat mengintimidasi saat penagihan,” jelasnya.

Previous post Rugi Belasan Miliar Tamara Bleszynski Datangi Bareskrim
Next post Fadli Zon Soal Usul Densus 88 Dibubarkan Ini Tanggapan Kompolnas