La Nina Pergi, Kemarau 2025 Siap “Bakar” Indonesia!

prediksi awal musim kemarau 2025 tangkapan layar bahan paparan kepala bmkg dwikorita karnawati saat jumpa pers bmkg kamis 1332 1741850809275 169

KEDAINEWS – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan masyarakat tentang potensi bulan terpanas yang akan terjadi setelah Lebaran 2025. Peringatan ini muncul seiring dengan berakhirnya fenomena La Nina dan dimulainya musim kemarau di berbagai wilayah Indonesia.

BMKG: La Nina Berakhir, Kemarau Dimulai

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa La Nina telah resmi berakhir, yang berarti pola cuaca akan kembali normal. Ia menekankan bahwa Indonesia kini memasuki musim kemarau yang dimulai secara bertahap sejak Maret dan akan terus meluas pada April.

“La Nina telah berakhir. Artinya, musim kemarau akan normal. Semoga cuaca kondusif,” ujar Dwikorita.

Dwikorita juga menyoroti bahwa musim kemarau ini berkaitan dengan peralihan angin monsun Asia menuju monsun Australia yang lebih aktif, sehingga berdampak langsung terhadap kondisi cuaca di Indonesia.

Data BMKG: ENSO dan IOD Masih Netral

BMKG mencatat bahwa kondisi iklim global masih berada dalam kategori netral. Pada Dasarian I Maret 2025, indeks IOD tercatat -0.31 dan anomali suhu laut di wilayah Nino 3.4 mencapai 0.30. Data ini menunjukkan bahwa baik ENSO maupun IOD berada dalam posisi netral dan akan bertahan hingga semester kedua tahun 2025.

Dengan demikian, tidak ada pengaruh kuat dari fenomena global seperti El Nino atau La Nina. Oleh karena itu, pola iklim tahun ini cenderung normal dan lebih dipengaruhi oleh kondisi lokal.

BMKG Sebut Wilayah Ini Masuki Kemarau Lebih Dulu

BMKG mengidentifikasi beberapa wilayah yang mulai mengalami kemarau sejak April, antara lain:

  • Lampung bagian timur
  • Pesisir utara Jawa bagian barat
  • Pesisir Jawa Timur
  • Sebagian Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Memasuki bulan Mei, musim kemarau akan meluas ke:

  • Sebagian kecil wilayah Sumatra
  • Sebagian besar Jawa Tengah hingga Jawa Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Papua bagian selatan

“Awal musim kemarau umumnya berkaitan erat dengan peralihan angin monsun Asia atau angin daratan beralih menjadi angin monsun Australia yang aktif,” ujar Dwikorita.

BMKG Imbau Petani Ubah Pola Tanam

BMKG meminta para petani untuk menyesuaikan jadwal tanam sesuai dengan pola kemarau yang berbeda-beda di setiap wilayah. Dwikorita menyarankan agar petani memilih varietas tanaman yang tahan kekeringan dan mengelola air secara lebih efisien, khususnya di daerah yang diprediksi akan mengalami kemarau lebih kering dari biasanya.

Sebaliknya, petani di daerah yang berpotensi mengalami kemarau lebih basah bisa memperluas lahan tanam agar produksi pertanian meningkat.

BMKG Minta Waspadai Karhutla

Selain sektor pertanian, BMKG juga meminta pihak berwenang untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Wilayah dengan curah hujan normal hingga di bawah normal menjadi daerah yang paling rawan.

Musim Kemarau 2025 Tak Sekering 2023

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menyatakan bahwa musim kemarau tahun ini tidak akan sekering tahun 2023. Ia menegaskan bahwa tidak adanya pengaruh kuat dari El Nino, La Nina, maupun IOD menjadikan kondisi iklim lebih stabil dan mendekati normal.

“Jadi utamanya adalah karena tidak adanya dominasi iklim global seperti El Nino, La Nina, dan IOD sehingga prediksi kami iklim tahun ini normal dan tidak sekering tahun 2023 yang berdampak pada banyak kebakaran hutan dan musim kemarau tahun 2025 cenderung mirip dengan kondisi musim kemarau tahun 2024,” kata Ardhasena.

Dengan kata lain, meskipun Indonesia menghadapi kemarau, masyarakat bisa mengelola dampaknya secara lebih baik jika mereka mempersiapkan diri sejak dini.

Tag: