Tasya Kamila, ‘Sang Penggembala’ Aset di Reksa Dana, Saham, dan Obligasi
Pelantun Anak Gembala ini berinvestasi sejak masih duduk di SMA. Ia rutin menyisihkanpenghasilannya untuk disebar ke sejumlah instrumen investasi. Imbal hasilnya digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan atau diinvestasikan lagi agar nilai asetnya kian melejit.
Adrian Maulana, Senior Vice President Intermediary Business PT Schroders Investment Management Indonesia, sangat terkejut tatkala membaca hasil riset Rumah123.com yang memperkirakan sebagian besar generasi milenial (anak-anak muda kelahiran tahun 1980-2000) bakal tidak mampu membeli rumah. Riset yang dirilis di akhir 2017 itu menyebutkan, sekitar 95 persen dari jumlah total generasi milenial kesulitan membeli rumah di tahun 2020. Penyebabnya beragam, di antaranya gaya hidup konsumtif sehingga pendapatan generasi milenial diyakini tidak bisa mengimbangi rata-rata pertumbuhan harga properti yang berkisar 17 persen setiap tahun.
Menurut Adrian, milenial lebih condong memprioritasikan penghasilan untuk membeli gawai, berwisata, atau aneka macam kebutuhan gaya hidup lainnya. “Seharusnya milenial yang sudah mendapatkan penghasilan bisa menyisihkan pendapatannya untuk diinvestasikan,” kata Adrian ketika menjabarkan kiat berinvestasi milenial di sela-sela acara bertajuk “Why Investing? Good Reason for Millenials” di Jakarta, akhir Oktober 2018.
Adrian mengimbau milenial berinvestasi sejak dini untuk memenuhi kebutuhannya di masa mendatang. “Idealnya, mereka menyisihkan 12-15 persen dari penghasilannya tiap bulan untuk diinvestasikan. Mereka juga harus memiliki target investasi untuk berbagai kebutuhan, misalnya untuk membeli rumah, beribadah haji/umroh, atau menyiapkan dana pensiun untuk memenuhi kebutuhannya saat berusia 55 atau 60 tahun,” tutur pria yang pernah menekuni profesi di industri hiburan ini.
Kemudian, Adrian menganjurkan milenial untuk membentuk portofolio investasi berupa reksa dana, saham, deposito, atau obligasi sebagai langkah mendiversifikasi aset guna memitigasi risiko. “Portofolio investasi disusun sedemikian rupa agar nilai asetnya tumbuh,” katanya. Milenial yang baru memulai investasi disarankan membeli instrumen investasi yang harganya cukup terjangkau, seperti reksa dana. Produk investasi ini dikelola oleh manajer investasi (fund manager) di perusahaan manajemen aset yang mengelola dana investor. Artinya, milenial dimanjakan karena asetnya dikelola profesional oleh manajer investasi.
“Selain reksa dana, mereka bisa saja langsung berinvestasi ke saham, tapi sebaiknya mereka sudah memiliki keterampilan membaca laporan keuangan emiten, menganalisis tren harga saham, dan mempunyai waktu luang untuk memantau pergerakan harga saham-sahamnya. Kalau salah satu dari tiga hal itu tidak bisa dipenuhi, sebaiknya tidak langsung berinvestasi di saham karena risiko loss-nya cukup tinggi,” kata Abang Jakarta 1997 ini menjabarkan metode berinvestasi saham bagi milenial.
Beberapa tip berinvestasi yang dijabarkan Adrian itu dipraktikkan oleh generasi milenial dan mantan penyanyi cilik, Tasya Kamila. Pelantun lagu Anak Gembala ini berinvestasi sejak masih duduk di SMA, 2008. Kala itu, Tasya mengenang, ayahnya (almarhum) membimbingnya berinvestasi di reksa dana. “Dananya diserahin ke fund manager,” kata wanita kelahiran 22 November 1992 ini.
Tasya sangat disiplin mengalokasikan dana investasi. Modalnya bersumber dari honor yang diperoleh dari panggung hiburan, seperti menyanyi, membintangi iklan, bermain film dan sinetron, serta menjadi presenter. Hingga detik ini, artis yang memiliki nama lengkap Shafa Tasya Kamila ini konsisten mempertahankan rutinitasnya tersebut. “Sebanyak 10-20 persen dari jumlah total penghasilan tiap bulan digunakan untuk investasi,” ujar Tasya memerinci.
Setiap bulan, ia mengalokasikan dana untuk membeli reksa dana, saham, dan obligasi ritel. “Saya mendiversifikasi aset sebagai cara untuk memitigasi risiko,” Tasya menegaskan gaya berinvestasinya. Ia membeli reksa dana saham, reksa dana campuran, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana pasar uang di tiga perusahaan manajemen aset. “Yaitu di Ashmore, Schroders, dan BNP Paribas,” kata perempuan yang melangsungkan pernikahan dengan Randi Bachtiar pada 5 Agustus 2018 ini.
Tasya, yang semakin melek dunia investasi tatkala kuliah di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia pada 2010-14, membagi rata modalnya untuk ditempatkan ke reksa dana tersebut agar menyeimbangkan risiko berinvestasi. Ia menyebutkan, tingkat risiko di setiap reksa dana yang dimilikinya itu bervariasi, yakni berisiko rendah (reksa dana pendapatan tetap), sedang (reksa dana campuran dan pasar uang), dan tinggi (reksa dana saham). “Porsi dana saya di semua reksa dana itu sama-sama imbang bobotnya, yaitu sekitar 20 persen di setiap reksa dana,” imbuh peraih gelar Sarjana Ekonomi dalam 3,5 tahun yang memperoleh predikat cum laude di UI ini.
Tasya yang otodidak mempelajari karakter dan produk investasi ini juga membelanjakan uangnya untuk membeli saham-saham unggulan (blue chip). Ia relatif tidak melakukan trading harian atau mingguan untuk mengail imbal hasil. Alasannya, ingin mengembangbiakkan asetnya dalam jangka menengah-panjang (1-5 tahun). “Saya tidak punya banyak waktu luang memantau pergerakan harga saham. Saya menyerahkan dan memercayakannya kepada broker saham. Biasanya, broker menelepon untuk meminta persetujuan saya untuk membeli atau menjual saham,” tutur aktris yang pernah membintangi film Rumah Kentang dan Mall Klender ini.
Saat harga saham terkoreksi, si broker biasanya mengusulkan Tasya membelinya agar menambah kepemilikan aset ketika harganya sedang murah. Sebaliknya, Tasya bakal merealisasi keuntungan (profit taking) jika persentase pertumbuhan harga saham yang dimilikinya itu melonjak lebih dari dua digit. “Target return sebesar 10-20 persen per tahun,” ungkap presenter acara Olimpiade Indonesia Cerdas Junior di tahun 2015 ini.
Imbal hasil dari saham digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan dan diinvestasikan ke reksa dana dan obligasi. “Hasilnya ditanamkan kembali atau langsung dinikmati untuk membiayai kebutuhann pokok dan sekunder, seperti pendidikan dan liburan,” ucap Tasya seraya menyebutkan, ia belum berinvestasi di properti. Imbal hasil dari reksa dana dan saham itu diibaratkannya seperti memperoleh pendapatan pasif (passive income). “Saya menunggu capital gain saja dari dana yang dikelola oleh fund manager dan broker,” ujar penyabet gelar Master of Public Administration dari Columbia University, New York, Amerika Serikat ini. Sejauh ini, Tasya masih nyaman berinvestasi di reksa dana, saham, dan obligasi. “Saya belum berencana menambah portofolio, saya sangatcomfortable dikelola oleh fund manager dan broker,” ia menegaskan.
Portofolio Investasi Tasya Kamila
Reksa dana: saham, campuran, pendapatan tetap, dan pasar uang
- Saham blue chip
Deposito
Gaya Tasya Menggembalakan Aset
Setiap bulan menyisihkan dana investasi 10-20 persen dari jumlah total penghasilan.
Menyerahkan pengelolaan dana kepada manajer investasi dan pialang saham.
Memilih target investasi jangka menengah-panjang.
- Mengambil untung ketika return mencapai 10-20 persen per tahun.
Menginvestasikan keuntungan saham untuk menambah dana ke reksa dana dan obligasi.
Mendiversifikasi aset untuk mengantisipasi risiko berinvestasi.
Menetapkan target investasi untuk membiayai aneka macam kebutuhan pokok dan sekunder.
Sebaiknya Alokasikan Dana Darurat
Tejasari Asad, Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting, mengapresiasi Tasya Kamila yang berinvestasi sejak dini dan mendiversifikasi aset ke produk investasi yang tingkat risikonya rendah hingga tinggi. “Portofolio investasi Tasya sudah oke. Namun, saya mengimbau Tasya untuk mengalokasikan dana darurat dalam bentuk tunai, deposito, atau reksa dana pasar uang yang cukup mudah dicairkan untuk kebutuhan mendesak Tasya atau keluarganya,” kata Tejasari. Tasya yang dipersunting Rudi Bachtiar pada 5 Agustus 2018 ini diharapkan menyiapkan dana darurat yang nilainya sembilan kali biaya total bulanan.
Setelah Tasya menikah, lanjut Tejasari, portofolio investasinya juga diselaraskan dengan target investasi. Misalnya, ”Dana untuk ibadah haji menggunakan Sukuk Syariah atau reksa dana pendapatan tetap syariah, atau menyiapkan dana pendidikan anak dari return reksa dana saham,” Tejasari menjabarkan. Target investasi yang beragam ini disesuaikan pula dengan horison investasi dalam jangka pendek hingga jangka panjang. Sebagai contoh, menyiapkan dana pendidikan anak ke perguruan tinggi menggunakan imbal hasil reksa dana saham. “Dan kalau Tasya belum memiliki properti, dia bisa menggunakan capital gain dari saham blue chip sebagai dana membeli properti sekaligus menambah asetnya,” Tejasari memberi saran.
Average Rating