Seperti kebanyakan generasi milenial yang lain, Muriel Makarim pun bermimpi kerja di Google. Namun, cita-citanya itu baru terwujud setelah 10 tahun berkarier di Amerika Serikat. Itu pun setelah dia kembali ke Tanah Air dan melamar kerja ke Google Indonesia.
Muriel MakarimMuriel menempuh pendidikan S-1 Ilmu Komputer, University of Michigan, AS. Begitu lulus, dia bekerja di Negeri Paman Sam sebagai konsultan teknologi informasi (TI) selama lima tahun lebih. Selanjutnya, karena ingin belajar tentang bisnis, dia melanjutkan kuliah program MBA di Stephen M.Ross School of Busines, University of Michigan, selama dua tahun.
Pada tahun kedua MBA, Muriel masuk program internship dan bekerja di lembaga nirlaba. Pertimbangannya, sudah pernah kerja di TI dan mencoba bekerja di lembaga birlaba yang fokus pada high impact entrepreneur di emerging market. Di sini, entrepreneur yang menurut pihaknya high impact, dibawa ke perusahaan untuk dimentor dan diberi akses kepada orang-orang yang bisa memberikan dana supaya bisnisnya bisa semakin pesat.
“Meski dulu saya tidak jadi melamar di Google. Tapi selalu ada di kepala saya bahwa saya ingin bekerja di Google,” ungkap eksekutif wanita yang mengawali karier di Hewlett-Packard itu seperti dikutip majalah SWA.
“Begitu selesai S-2, saya kembali ke Indonesia dan bekerja di perusahaan konsultan manajemen. Di situ selama empat tahun saya belajar mengenai bisnis, bagaimana membuat strategi untuk perusahaan dan lainnya. Lalu, saya teringat lagi ingin kembali ke rute teknologi informasi. Akhirnya, saya apply lagi ke Google Indonesia dan masuk tahun 2018,” ujar Manajer Pemasaran Produk, Large Advertiser, and Agency Marketing Google Indonesia itu, mengenang perjalanan kariernya.
Muriel tergiur gabung dengan Google Indonesia karena dua alasan utama. Pertama, budaya kerja. Menurutnya, dari proses wawancara, dia bertemu dengan orang-orang yang bisa “nyambung” bicaranya. Semua orang Google dinilainya down to earth, friendly, pintar, dan driven motivated. Kedua, Google menghargai orang yang proaktif. Orang yang bekerja di sini ekspektasinya bukan mengerjakan apa yang disuruh, tetapi dapat memiliki opini sendiri meski tidak cocok dengan bos. “Di sini, kami open culture, semua orang bisa menyebutkan idenya dan kami berdebat, berdiskusi. Semua bisa menjalankan proyeknya sendiri kalau memang bagus. Semua orang bekerja keras, tapi kami juga tidak saklek,” Muriel menjelaskan.
Setelah bergabung dengan Google Indonesia, Muriel mengaku banyak belajar tentang digital marketing dan advertizer Indonesia. “Walaupun digital is the future, digital marketing tidak diabaikan. Banyak juga advertizer tradisional yang belum di situ. Bagi mereka, cara-cara lama masih lebih nyaman dipakai. Jadi, tantangan kami dari Google adalah bagaimana caranya mengedukasi bahwa keadaan Indonesia seperti ini dan kalau untuk perusahaan yang telat untuk join the wagon, mereka bisa mundur dibanding lain,” ungkapnya. Dia juga belajar lingkungan kerja yang sangat kondusif dan menghargai waktu pribadi asal pekerjaan selesai.
Edukasi yang dilakukan antara lain dengan program pelatihan dan riset objektif mengenai tren konsumen, yang hasilnya dibagikan. Contohnya, apa saja yang di-search orang Indonesia di Google, keyword-nya seperti apa saja — hal-hal seperti itu berharga untuk advertizer.
Tantangan karier dihadapi Muriel dengan menyeimbangkan waktu untuk keluarga dan bekerja. “Saya mau bekerja keras, tapi how do you balance that dengan keluarga. Saya punya anak umur sembilan bulan. Jadi, ini tantangan baru, kembali ke pekerjaan dengan memiliki bayi. Karena, tidak ada yang mau saya korbankan, saya mau bekerja sukses, saya ingin spend time dengan anak dan keluarga,” tutur Muriel yang meningkatkan kompetensi dengan banyak belajar dan tidak takut bertanya.
Tak puas dengan pencapaian sekarang, Muriel berharap ke depan bisa berkembang di Google. “Ini masih seperti exciting stages for me, juga digital di Indonesia. Jadi, ingin lihat ke depannya, apa dampak yang bisa kami lakukan di Google atau saya sebagai Marketing Manager Google terhadap negara ini yang bisa membangun ekosistem digital,” ungkapnya.
Previous post M-Repository UBSI Jadi Pengkalan Data Hasil Penelitian
Next post Penyebab Seseorang Bertahan dalam Hubungan Asmara yang ‘Dingin’